Pages

Rabu, 23 November 2011

Grup A & B

"When you are capable of being knocked out in the first round of the World Cup, you just don't want to think about football after that." -Patrice Evra, France Captain- 
Grup A
*oleh Irvan Ridwansyah*

Pertandingan Uruguay versus Afsel berlangsung di Lotus Versfeld Stadium, Pretoria. Pertandingan ini memang menyajikan pertandingan yang sangat menarik. Penuh Gol, serangan dan satu kartu merah. Dari starting line-up, kedua kubu optimis mampu meraih tiga angka penuh. Paraguay dengan formasi 4-3-3 dengan Forlan bermain agak ke belakang, menjadi Attacking Midfielder/Forward diantara dua striker; Juarez dan Cavani. Sedangkan Carlos Alberto Parreira masih tetap memakai dengan formasi 4-4-2 yang terbukti efektif dalam bertahan dan serangan balik. Tshabalala menjadi harapan bagi public Afsel, serta Pienaar yang akan bermain sebagai second Striker.

Pertandingan baru 24’ menit berjalan di suhu 10°C, tendangan keras dan terarah Diego Forlan nyatanya mampu merobek jala Itumeleng Khune. Keadaan ini membuat Afsel seperti kebakaran jenggot. Bagaimana tidak, Afsel sangat bernafsu memetik kemenangan pada laga ini. Gaya permainan Uruguay yang sangat agresif, ternyata lebih dahulu meredam usaha Afsel untuk mengembangkan permainannya. Permainan Uruguay ini, menghasilkan serangan-serangan yang membuat pertahanan Afsel kerepotan. Sampai pada menit ke 80’, Itumeleng Khune diganjar kartu merah karena pelanggaran kerasnya terhadap Suarez di dalam kotak penalti. Alhasil, Diego Forlan berhasil menjebol gawang Afsel untuk kedua kalinya. Hilangnya satu pemain membuat Afsel semakin tertekan, dan hasilnya Uruguay masih mampu mencetak angka lewat gol yang dicetak oleh Pereira. Permainan Afsel pada pertandingan ini nyatanya tidak seimpresif ketika melawan Meksiko. Hal ini memang sangat dipengaruhi dengan jumlah pemainnya yang hanya 10 orang dan dikeluarkannya Khune sebagai kiper utama Afsel.

Pada pertandingan ini, Diego Forlan (31) menjadi Man of the Match versi FIFA berkat dua gol pentingnya. Pemain bernomor punggung 10 ini, memang mempunyai tendangan yang keras baik kanan maupun kiri. Diego Forlan juga memiliki kecepatan dan positioning yang baik sebagai seorang striker maupun forward. Kemenangan ini, membuat setengah nyawa Uruguay sudah berada pada babak 16 besar. Uruguay, unutk sementara berada di posisi puncak dengan mengemas 4 poin dengan Gol Kemasukan nol dan Gol Memasukan 3. Uruguay nantinya hanya membutuhkan minimal satu angka ketika melawan Meksiko nanti.

Beralih ke partai selanjutnya, yakni Prancis kontra Mexico. Pada pertandingan ini, Prancis memang sangat diunggulkan, namun permainan Mexico di laga pertama patut diperhatikan. Pertandingan diprediksikan imbang dalam penguasaan bola maupun serangan. Tapi, berada di pihak manakah Sang Dewi Fortuna?

Dari Polokwane, Peter Mokaba Stadium, dengan kondisi cuaca yang berada di dalam suhu 5°C, pertandingan di babak pertama berjalan penuh dengan serangan dan passing dengan bola-bola cepat dari kaki per kaki, seperti yang diperlihatkan baik Mexico maupun Prancis. Shot/shot on goal kedua tim imbang, serta Fouls Commited/Suffered kedua tim juga imbang. Artinya, permainan memang jelas imbang. Namun, lini tengah Mexico kelihatan lebih hidup dibandingkan dengan Prancis. Les Bleus sebetulnya banyak mendapatkan free kick shot, tapi tidak mampu mencetak angka. Pertandingan tadi malam diinformasikan berlangsung penuh dengan kontak fisik. Keras. lalu, ada apa dengan Prancis? kenapa tidak mampu mengaplikasikan serangan menjadi satu buah Gol? Apakah ramuan astrologi Domenech kurang mujur?

Secara umum, masuknya Anelka sebagai Striker tunggal, adalah kesalahan pertama Domenech. Lagi-lagi Anelka bukanlah tipe pemain seperti itu. Di pertengahan babak pertama pun, Anelka pun akhirnya tak sabar untuk meraih bola dengan bermain agak kebelakang dan melebar demi menjemput bola. Mungkin inilah alasan Anelka diganti oleh Gignac pada babak kedua. Sistem prancis yang mengusung 4-2-3-1 dengan Ribery sebagai playmaker dan Toulalan plus Diaby sebagai gelandang bertahan. Diaby diharapkan mampu memperlihatkan permainannya seperti di Arsenal, namun itu tidak tercapai. Begitu juga dengan Ribery, seperti kehilangan akal untuk memberi suplai bola kepada rekan-rekannya di depan, khususnya Anelka. Govou dan Anelka adalah pemain yang tidak efektif geraknya, sedangkan masuknya Malouda di starting line-up merupakan keputusan tepat, karena sisi kiri Prancis jadi lebih banyak berbicara. Sedangkan, Mexico menggunakan system 4-1-2-2-1 dengan Marquez sebagai penghalang serangan dan dengan dua gelandang muda kreatif mereka; Vela dan Dos Santos. Babak pertama berakhir 0-0.

Pada babak kedua, permainan menjadi semakin ketat. Mexico menerapkan pressing yang lebih lebih. Sementara Prancis berusaha mengembangkan permainannya yang tidak efektif sebelumnya, malah kecolongan dengan aksi indah dari Javier Hernandez, pemain muda Man.Utd yang dengan mudah melewati Lloris. Skor berubah 1-0. Gol ini memang bukan kesalahan penuh Abidal yang terlihat sejajar kakinya dengan kaki J. Hernandez. Tidak ada seorang pun yang menyangka bahwa Javier tidak dalam posisi offside. Tapi itulah faktanya, J. Hernandez ON SIDE!. Hal yang perlu dikagumi adalah mata Marquez (Barcelona), tajam dalam melihat peluang. Jenderal Mexico ini pun juga mampu meredam gerak Ribery di tengah lapangan. Well Done Captain!. Kemudian, Gol kedua Mexico diciptakan dari titik putih yang diambil oleh pemain veteran; C. Blanco. Gol ini murni kesalahan Abidal yang terlalu beresiko melakukan tackling di kotak penalti. 

Meskipun secara ball possession 53%-47% untuk Prancis, tapi serangan Mexico lebih efektif dengan dua gol yang disarangkan ke gawang Lloris. Javier Aguerre (Mexico Coach) terbilang lebih berhasil memadukan individu-individu menjadi satu tim utuh dibandingkan Prancis. Permainan Mexico jauh lebih baik pada babak kedua, meskipun minus Vela yang cedera pada babak pertama. Dua pemain subtitusi Mexico berhasil menjatuhkan Prancis. Mexico berhasil menemani Uruguay dengan raihan total 4 poin di puncak klasemen. (Irv)

Grup B
*oleh G.A.S*


Soccer City Stadium Johannesburg membuka laga lanjutan Grup B antara Argentina melawan Korea Selatan. Kedua tim sebelumnya meraih angka penuh dan berpeluang mengamankan posisi mereka di grup B. Maradona memasang formasi menyerang dengan menurunkan tridente andalannya, Higuain, Messi dan Tevez yang ditopang oleh Di Maria dan Maxi untuk membantu serangan Argentina. Sementara itu, Korea Selatan bermain dengan formasi yang sama ketika menekuk Yunani pada pertandingan sebelumnya. Chuyoung yang bermain untuk klub AS Monaco di Perancis, berdiri sendiri didepan, dibantu Jisung yang berada dibelakangnya, sementara Kihun dan Chungyoung bermain melebar pada kedua sayap. Argentina menjadi tim pertama yang meraih angka sempurna dari dua pertandingan dan memastikan satu kakinya berada di babak 16 besar, sekaligus menghapus memori kemenangan fantastis Korsel atas Yunani pada pertandingan sebelumnya.

Kedua tim bermain terbuka, dan menampilkan umpan-umpan pendek yang cepat dan terukur. Menit ke 17’, tendangan bebas Messi secara tidak sengaja mengenai kaki striker Chuyoung yang malah membuat bola masuk ke gawangnya sendiri, skor 1-0 untuk Argentina. Setelah gol tersebut Argentina tidak menghentikan tempo mereka dan akhirnya pada menit 34’ berhasil memperbesar keunggulan melalui Gonzalo Higuain, setelah umpan silang Maxi disundul ke depan oleh Burdisso lalu diselesaikan dengan tandukan terarah Higuain. Korsel yang tertinggal dua gol, menutup babak pertama dengan sebuah gol dari Chungyoung yang bermain untuk Bolton Wanderers di Inggris, memanfaatkan kelengahan Demichelis, dan dengan tenang menceploskan bola ke gawang Sergio Romero. Pada babak kedua, Korsel mendapatkan peluang emas saat Kihun lolos sendirian di sisi kiri pertahanan Argentina, gerakan Romero yang maju untuk menutup ruang tembak terbukti tepat, tendangan Kihun hanya mengenai jaring gawang Romero. Maradona yang terus menginstruksikan para pemainnya untuk tidak menurunkan tempo permainan, meraih gol ketiga melalui kerja keras Messi. Menerobos ke sisi kanan kotak penalti Korsel, Messi menendang dari sudut sempit namun berhasil dihalau oleh kiper Sungryong, namun bola rebound menghampiri kaki Messi yang sekali lagi menembak dari sudut yang lebih sempit dan menghantam mistar gawang, kali ini bola rebound menghampiri Higuain yang berdiri bebas dan tanpa kesulitan memasukkannya ke gawang Korsel, 3-1. Higuain melengkapi hattricknya malam tadi dengan sebuah sundulan ke arah tiang jauhSungryong, setelah menerima crossing dari Aguero. Sebuah malam yang luar biasa untuk Argentina!

Pertandingan kali ini diwarnai 35 tendangan ke gawang, dimana 22 tembakan menjadi milik Argentina, sebuah bukti bahwa kedua tim bermain terbuka dan saling menyerang. Maradona tampaknya sudah memiliki skema penyerangan yang luar biasa bagi Argentina, ketiga penyerangnya bermain luar biasa, didukung oleh skill individual diatas rata-rata, siapapun pasti akan bergidik melihat bagaimana Argentina menyerang. Pergerakan Messi dan Tevez mampu menarik banyak sekali bek lawan, untuk kemudian menyisakan sebuah ruang kosong bagi Higuain. Angel Di Maria, yang masuk dalam daftar belanja Mourinho di Real Madrid, dan Maxi Rodriguez juga bermain baik dalam menciptakan peluang-peluang bagi Argentina. Hanya saja tajamnya lini depan mereka, tidak didukung oleh pertahanan yang rapi. Gol Korsel adalah bukti betapa Demichelis tidak terlalu menguasai lini belakang Argentina, ditambah Jonas dan Heinze yang seringkali naik membantu serangan, lini belakang Argentina sangat rentan untuk diterobos melalui serangan balik yang cepat dan mematikan. Akan tetapi hal ini sebetulnya bisa diatasi oleh Maradona yang mungkin dapat menurunkan bek muda berbakat Nicolas Otamendi untuk menggantikan bek ‘veteran’ semisal Demichelis dan Samuel, atau mungkin Maradona bisa menurunkan dua gelandang bertahan secara bersamaan, dibandingkan hanya menurunkan Mascherano sendirian menjaga lini tengah.

Sementara Korea Selatan tidak perlu berkecil hati, terlepas dari 4 gol yang bersarang di gawang, mereka menampilkan perlawanan yang cukup berarti didepan raksasa Amerika Latin. Skema 4-2-3-1 milik mereka masih mumpuni, hanya saja perlu ditingkatkan konsentrasi para pemain bertahan agar tidak mudah terpancing maju dan meninggalkan posnya masing-masing. Korsel masih memiliki peluang untuk lolos ke babak selanjutnya jika berhasil menekuk Nigeria yang sepertinya sudah kehabisan nafas di grup ini.

Beralih ke Free State Stadium, Bloemfontein, Salpingidis dan Tosoridis membawa Yunani menekuk Nigeria yang hanya diperkuat 10 pemain setelah Kaita dikartu merah pada menit 33’. Hasil ini sekaligus merubah prediksi dan pergerakan tim-tim dari grup B. Kalu Uche membawa Nigeria unggul setelah tendangan bebasnya tidak mampu dibendung oleh kiper Yunani, Tzorvas, yang tertipu oleh pergerakan Odemwingie yang ingin memotong bola melalui sundulannya, bola ternyata tidak menyentuh siapapun dan masuk ke gawang Yunani tanpa halangan, 0-1 untuk Nigeria. Setelah itu Nigeria masih tampak mendominasi permainan, namun semua itu berubah ketika Kaita mendapatkan kartu merah setelah menendang Torosidis. King Otto langsung menarik Sokratis dan memasukkan Samaras untuk menambah daya gedor Yunani. Hasilnya sebuah tendangan Salpingidis berubah arah setelah mengenai Haruna dan bola masuk ke gawang Nigeria. Kedudukan imbang 1-1 pada babak pertama.

Di babak kedua, Yunani terus menggempur pertahanan Nigeria, dan Nigeria pun sempat beberapa kali mendapatkan peluang, terutama ketika Obasi hanya tinggal mengarahkan bola ke gawang kosong, namun bola tidak dapat menemui sasarannya. Pada menit 71’, Tosoridis lepas dari kawalan bek Nigeria dan mampu menceploskan bola rebound hasil tendangan Tziolis, pemain klub Siena di Italia, yang tidak mampu ditangkap secara sempurna oeh Enyeama. Hal yang cukup disayangkan menurut saya adalah ketika pelatih Nigeria, Lars Lagerback asal Swedia, mengganti Echiejile dengan pemain yang berkarakter bertahan, Afolabi di menit 77’. Saat itu situasinya adalah tim sedang berada pada posisi tertinggal dan minus satu pemain, if I were Lagerback, pilihannya pada saat itu adalah Do or Die!. Tertinggal satu gol dan minus satu pemain adalah sebuah situasi yang menurut saya tidak bisa ditawar, saya akan memasukkan seorang pemain yang bertipe menyerang, dan menginstruksikan para pemain saya untuk keluar menyerang (all out), dibandingkan hanya bersikap pasif dan dengan sabar meladeni setiap serangan yang dilancarkan Yunani. Memang strategi all out attack ini rentan disengat oleh serangan balik, akan tetapi pada saat itu menurut saya pilihannya hanya itu, dibandingkan hanya diam menunggu.

Satu lagi yang patut dicermati adalah penampilan kiper Nigeria. Seperti pada pertandingan sebelumnya, Vincent Enyeama tampil sangat solid, terlepas dari kedua gol yang bersarang di gawangnya, dan berhasil terpilih sebagai Man of the Match pada pertandingan ini. Enyeama berkali-kali jatuh bangun menyelamatkan gawangnya dari ancaman serangan Yunani, dengan penampilan seperti itu rasanya klub tempat Enyeama bermain, Hapoel Tel-Aviv di Israel harus rela kehilangan kiper mereka paska Piala Dunia, karena bisa dipastikan banyak klub yang akan antri mendapatkan tanda tangannya.

Hitung-hitungan yang menarik telah tersedia, melihat bagaimana grup ini akan meloloskan wakilnya. Argentina pada pertandingan berikutnya bisa dipastikan tidak akan tampil full team, Maradona tentu lebih memilih untuk mengistirahatkan pemain-pemain kuncinya untuk babak 16 besar, dan mencoba untuk memanaskan para pemain cadangan agar siap tampil bila dibutuhkan. Kun Aguero, Diego Milito, Javier Pastore, Mario Bolatti, Juan Veron, bisa dipasang oleh Maradona untuk memutar skuadnya agar tidak mengalami keletihan. Sementara Yunani dan Korsel akan menghadapi partai hidup mati untuk bisa lolos ke babak selanjutnya. Yunani akan berhadapan dengan Argentina, sedangkan Korsel harus melewati hadangan Nigeria. Nigeria mungkin akan tampil tanpa beban sambil berharap Argentina menghajar Yunani dengan skor besar. Siapa yang akan lolos? Mari kita nantikan. (G.A.S)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar